A. Lingkungan Bisnis yang
Mempengaruhi Etika
Bisnis dan
masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tata hubungan baik
secara langsung maupun tidak langsung tersebut membawa etika-etika tertentu
dalam kegiatan bisnis, yang meliputi etika antara sesama pelaku bisnis dan
etika bisnis terhadap masyarakat.
”Etika"
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak). Berdasarkan pengertian tersebut, perilaku
etis dapat diartikan sebagai perilaku yang mencerminkan keyakinan seseorang dan
norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan
tindakan-tindakan yang benar dan baik.
Etika bisnis adalah perilaku etis atau
tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen, atau
perwakilan suatu perusahaan. Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang
timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Kebijakan perusahaan yang memberikan
perhatian serius pada nilai-nilai etika akan mencitrakan bahwa manajemen
mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan tersebut biasanya secara
formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Maka
dapat disimpulkan bahwa etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan,
industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana para pelaku
bisnis menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang
berlaku (legal), tidak tergantung pada kedudukan individu atau
perusahaan lain di masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang diperhatikan antara
lain:
-
pengendalian diri
-
pengembangan tanggung jawab sosial
-
mempertahankan jati diri
-
menciptakan persaingan yang sehat
-
menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, dan
-
menghindari 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi
dan Komisi),
-
mampu mengatakan yang benar itu benar.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesaran semua pihak
untuk melaksanakannya, hal tersebut dapat dikurangi serta mampu menghadapi era
globalisasi.
B. Kesaling-tergantungan
antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi
dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders,
yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada
pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan
itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan
tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika
pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis
dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
1. Hubungan antara bisnis dengan
langganan / konsumen : Hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah
menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini
dapat disebut disini misalnya saja :
§
Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk
membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
§
Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat
mengetahui isi didalamnya,
§
Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan
tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
2.
Hubungan dengan karyawan : Manajer yang pada umumnya selalu
berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika
pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi
beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau
kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau
pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3.
Hubungan antar bisnis : hubungan antara perusahaan yang satu
dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan
dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
4.
Hubungan dengan Investor : Perusahaan yang berbentuk Perseroan
Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian
informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon
investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai
terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
5.
Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan : terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan
yang bersifat finansial.
C. Kepedulian Pelaku Bisnis
terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang”, dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess
demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain-lain.
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
a. Pandangan klasik
Tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah
memaksimalkan laba (profit oriented).Pada pandangan ini manajer
mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik
saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan
b.
Pandangan sosial ekonomi
Tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen
bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan
meningkatkan kesejahteraan sosial.Pada pandangan ini berpendapat bahwa
perusahaan bukan intitas independent yang bertanggung jawab hanya terhadap
pemegang saham, tetapi juga terhadap masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah:
1. Pengendalian diri.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility).
3. Mempertahankan jati diri dan tidak
mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan
teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat.
5. Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya
antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama.
10.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati.
Perusahaan adalah bagian dari
masyarakat yang perlu memperhatikan kepentingan masyarakat. Seseorang atau
lembaga dapat dinilai membuat keputusan atau bertindak etis bila:
1.
Keputusan atau tindakan dilakukan berdasarkan nilai atau
standar yang diterima dan berlaku pada lingkungan organisasi
yang bersangkutan.
2.
Bersedia mengkomunikasikan keputusan tersebut kepada seluruh
pihak yang terkait.
3.
Yakin orang lain akan setuju dengan keputusan tersebut atau
keputusan tersebut mungkin diterima dengan alasan etis.
D. Perkembangan dalam Etika
Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1.
Situasi Dahulu => Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa Peralihan => Tahun 1960-an ditandai pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS => Tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika
bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang
meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa => Tahun1980-an di Eropa Barat, etika
bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat
forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang
disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global => Tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada
dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28
Juli 1996 di Tokyo.
E. Etika Bisnis dan Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya seorang
akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) . Kode etik IAI merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada
akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan
masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana
untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang
kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai
profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti
etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional
mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan
integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus
serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka
perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama
dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi
kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa,
bisnis tidak memerlukan etika.
Setiap profesi yang menyediakan
jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang
dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan
menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi
akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia.
Dalam menciptakan etika bisnis,
Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pengendalian Diri : pelaku-pelaku bisnis mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan
menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak
bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi
masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial
(Social Responsibility) : Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri :
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha
menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti
perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak
kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat : Persaingan dalam dunia bisnis perlu
untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak
mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara
pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan
Berkelanjutan” : Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada
saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi) : Jika pelaku bisnis sudah mampu
menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang
dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam
dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
: Jika pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
“katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang
salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan
“komisi” kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar
Golongan Pengusaha : Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada
sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan
pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan
pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu
hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan
kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia
bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan
main Bersama : Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana
apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada
“oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan
“kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan
“gugur” satu demi satu.
10. Memelihara Kesepakatan : Atau dapat
dikatakan menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang
telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika
ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman
dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif : Perlunya sebagian etika bisnis
dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan
dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
“proteksi” terhadap pengusaha lemah.
Opini
:
Dalam
dunia bisnis sangat dibutuhkan etika, agar kita dapat bersaing secara sehat
dalam berbisnis tidak menggunakan cara yang buruk dalam bersaing terhadap rekan
bisnis. Bisnis juga saling bergantung oleh masyarakat bahkan seluruh warga
dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan tersebut dapat kita lihat
sehari-hari bahwa kita membutuhkan sandang, pangan, dan papan yang nyaman dan
aman. Dengan itu keterkaitannya adalah manusia tidak akan bisa mencukupi
kebutuhan di dunia ini tanpa kesaling ketergantungan, kerjasama dengan orang
lain. Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika juga sama pentingnya, jika tidak
ada kepedulian pelaku bisnis terhadap etika, bisnis yang dijalani tidak akan
berjalan dengan baik.
Sumber :
The Rundown of the Casino - Mapyro
BalasHapusIn 동두천 출장안마 2020, 상주 출장마사지 MGM Resorts International 경기도 출장마사지 completed a $2.1 billion acquisition of the 파주 출장샵 Resorts Casino and was later Total gaming space: 76,000 sq ft (7,300 m2)Address: 777 진주 출장마사지 Hwy S