Selasa, 10 Oktober 2017

PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS

A.  Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Etika
Bisnis dan masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tata hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung tersebut membawa etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, yang meliputi etika antara sesama pelaku bisnis dan etika bisnis terhadap masyarakat.
”Etika" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Berdasarkan pengertian tersebut, perilaku etis dapat diartikan sebagai perilaku yang mencerminkan keyakinan seseorang dan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang benar dan baik. 
Etika bisnis adalah perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen, atau perwakilan suatu perusahaan. Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Kebijakan perusahaan yang memberikan perhatian serius pada nilai-nilai etika akan mencitrakan bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan tersebut biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Maka dapat disimpulkan bahwa etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana para pelaku bisnis menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal), tidak tergantung pada kedudukan individu atau perusahaan lain di masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang diperhatikan antara lain:
-      pengendalian diri
-      pengembangan tanggung jawab sosial
-      mempertahankan jati diri
-      menciptakan persaingan yang sehat
-      menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, dan
-      menghindari 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi),
-      mampu mengatakan yang benar itu benar.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesaran semua pihak untuk melaksanakannya, hal tersebut dapat dikurangi serta mampu menghadapi era globalisasi.

B.  Kesaling-tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan  itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
1.     Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen : Hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
§  Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
§  Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
§  Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
2.     Hubungan dengan karyawan : Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3.     Hubungan antar bisnis : hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
4.     Hubungan dengan Investor : Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
5.     Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan : terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.

C.  Kepedulian Pelaku Bisnis terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang”, dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain-lain.
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
a.    Pandangan klasik
Tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented).Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan
b.    Pandangan sosial ekonomi
Tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial.Pada pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas independent yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
1.      Pengendalian diri.
2.      Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
3.      Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4.      Menciptakan persaingan yang sehat.
5.      Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.      Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
7.      Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8.      Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
9.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10.  Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
Perusahaan adalah bagian dari masyarakat yang perlu memperhatikan kepentingan masyarakat. Seseorang atau lembaga dapat dinilai membuat keputusan atau bertindak etis bila:
1.      Keputusan atau tindakan dilakukan berdasarkan nilai atau standar yang diterima dan berlaku pada    lingkungan organisasi yang bersangkutan.
2.      Bersedia mengkomunikasikan keputusan tersebut kepada seluruh pihak yang terkait.
3.      Yakin orang lain akan setuju dengan keputusan tersebut atau keputusan tersebut mungkin diterima dengan alasan etis.

D.  Perkembangan dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1.     Situasi Dahulu => Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.    Masa Peralihan => Tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.    Etika Bisnis Lahir di AS => Tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.    Etika Bisnis Meluas ke Eropa => Tahun1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.    Etika Bisnis menjadi Fenomena Global => Tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

E.  Etika Bisnis dan Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) . Kode etik IAI merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Dalam menciptakan etika bisnis,  Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
1.     Pengendalian Diri : pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
2.    Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) : Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3.    Mempertahankan Jati Diri : Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh  pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.  Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.    Menciptakan Persaingan yang Sehat : Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan  spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.    Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan” : Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6.    Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi) : Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.    Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar : Jika pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit  (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8.    Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha : Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9.    Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama : Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
10. Memelihara Kesepakatan : Atau dapat dikatakan menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11.  Menuangkan ke dalam Hukum Positif : Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.


Opini :
Dalam dunia bisnis sangat dibutuhkan etika, agar kita dapat bersaing secara sehat dalam berbisnis tidak menggunakan cara yang buruk dalam bersaing terhadap rekan bisnis. Bisnis juga saling bergantung oleh masyarakat bahkan seluruh warga dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan tersebut dapat kita lihat sehari-hari bahwa kita membutuhkan sandang, pangan, dan papan yang nyaman dan aman. Dengan itu keterkaitannya adalah manusia tidak akan bisa mencukupi kebutuhan di dunia ini tanpa kesaling ketergantungan, kerjasama dengan orang lain. Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika juga sama pentingnya, jika tidak ada kepedulian pelaku bisnis terhadap etika, bisnis yang dijalani tidak akan berjalan dengan baik.



Sumber :

1 komentar:

  1. The Rundown of the Casino - Mapyro
    In 동두천 출장안마 2020, 상주 출장마사지 MGM Resorts International 경기도 출장마사지 completed a $2.1 billion acquisition of the 파주 출장샵 Resorts Casino and was later Total gaming space: 76,000 sq ft (7,300 m2)Address: 777 진주 출장마사지 Hwy S

    BalasHapus