PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI
Unknown
November 19, 2017
0 Comments
Kata etika
berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat istiadat (kebiasaan). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan
dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik.
Menurut
Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the
performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika
akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan
manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam
bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara
logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan
demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”,
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok social itu sendiri.
PENTINGNYA
ETIKA
Dalam
pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan
lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan
masing-masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung
tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika
di masyarakat kita.
Menurut
para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang
buruk.
Ada
dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
perilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika
yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia
dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil
keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha
menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika
secara umum dapat dibagi menjadi :
a. ETIKA UMUM, berbicara
mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis,
bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan
prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak
serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika
umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
b. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan
prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini
bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang
kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori
dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud :
·
Bagaimana saya menilai perilaku saya
dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis.
·
cara bagaimana manusia mengambil suatu
keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar
yang ada dibaliknya.
ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
»
Etika
individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
»
Etika
sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial
tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika
sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap
pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat
manusia terhadap lingkungan hidup.
Ø
Perkembangan
Etika Bisnis di Indonesia.
Etika bisnis dapat dikatakan baru
berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika dibandingkan dengan
etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti etika politik, dan
kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan semakin gencarnya
pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama dengan hidupnya
kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis perlu
mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku
bisnis di Indonesia.
Disadari bahwa tuntutan dunia bisnis
dan manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras yang mensyaratkan sikap dan
pola kerja yang semakin profesional. Persaingan yang makin ketat juga
mengharuskan pebisnis dan manajer untuk sungguh-sungguh menjadi profesional
jika mereka ingin meraih sukses. Namun yang masih sangat memprihatinkan di
Indonesia adalah bahwa profesi bisnis belum dianggap sebagai profesi yang
luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa
bisnis adalah usaha yang kotor. Itulah sebabnya bisnis selalu mendapatkan
konotasi jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor yang disimbolkan lintah
darat yaitu orang yang mengeruk keuntungan secara tidak halal menghisap darah
orang lain. Kesan dan sikap masyarakat seperti ini sebenarnya disebabkan oleh
orang-orang bisnis itu sendiri yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnis
di masyarakat. Banyak pebisnis yang menawarkan barang tidak bermutu dengan
harga tinggi, mengakibatkan citra bisnis menjadi jelek. Selain itu juga banyak pebisnis
yang melakukan kolusi dan nepotisme dalam memenangkan lelang, penyuapan kepada
para pejabat, pengurangan mutu untuk medapatkan laba maksimal, yang semuanya
itu merupakan bisnis a-moral dan tidak etis dan menjatuhkan citra
bisnis di Indonesia.
Rusaknya citra
bisnis di Indonesia tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang bisnis
di masyarakat kita, yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan pandangan
ideal. Pandangan praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu pada
kenyataan yang berlaku umum pada saat ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai
suatu kegiatan di antara manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli barang
dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan secara
jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari laba. Bisnis adalah kegiatan profit
making, bahkan laba dianggap sebagai satu-satunya tujuan pokok bisnis.
Dasar pemikiran mereka adalah keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan
bisnis itu. Tanpa keuntungan bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman dalam De
George (1986) menyatakan bahwa dalam kenyataan keuntunganlah yang menjadi
satu-satunya motivasi dasar orang berbisnis. Karena orang berbisnis ingin mencari
keuntungan, maka orang yang tidak mau mencari keuntungan bukan tempatnya di
bidang bisnis. Inilah suatu kenyataan yang tidak bisa disangkal. Lain halnya
dengan pandangan ideal, yaitu melakukan kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi
oleh idealisme yang luhur.
Menurut
pandangan ini bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut
memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Dasar pemikiran mereka adalah pertukaran timbal balik secara fair,
di antara pihak-pihak yang teribat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan
kumulatif dan keadilan tukarmenukar yang sebanding. Konosuke Matsushita dalam
Lee dan Yoshihara (1997) yang menyatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya
bukanlah mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat. Sedangkan
keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang kita
lakukan. Fokus perhatian bisnis adalah memberi pelayanan dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat dan kita akan memperoleh keuntungan dari pelayanan
tersebut. Pandangan bisnis ideal semacam ini, bisnis yang baik selalu memiliki
misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah
meningkatkan standar hidup masyarakat, dan membuat hisup manusia menjadi lebih
manusiawi melalui pemenuhan kebutuhan secara etis.
Melihat
pandangan bisnis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di
Indonesia masih jelek. Citra jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama
yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari keuntungan. Tentu saja
mencari keuntungan sebagaimana dikatakan di atas. Hanya saja sikap yang timbul
dari kesadaran bahwa bisnis hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan
perilaku yang menjurus menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti
adanya persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi
buruh dan sebagainya. Keuntungan adalah hal yang baik dan perlu untuk menunjang
kegiatan bisnis selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan, misi luhur bisnis pun
tidak akan tercapai. Persoalan dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan
agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah
melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihak-pihak
yang terkait dalam bisnis ini. Perkembangan etika bisnis di Indonesia yang
demikian itu, nampaknya hingga sekarang masih jauh dari harapan.
Ø
Dampak
Negatif Akibat Implementasi Bisnis yang Tidak Etis di Indonesia
Pada dunia bisnis, upaya untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan hal yang wajar. Bahkan
upaya ini akan menyemarakkan keseluruhan sistem perekonomian nasional, dalam
arti keuntungan yang sebesar-besarnya didapatkan dengan melaksanakan berbagai
kegiatan yang akan mempengaruhi perekonomian. Namun sayangnya dalam kenyataan
upaya mendapatkan keuntungan tersebut cenderung mengabaikan etika bisnis.
Keuntungan yang besar diperoleh dengan
mengorbankan faktor-faktor bisnis lainnya. Perilaku bisnis yang tidak etis
untuk mendapatkan keuntungan maksimum akan berdampak sebagai berikut.
1. Upah dan kesejahteraan
karyawan menurun
2. Mematikan usaha pemasok
3. Merusak lingkungan
4. Merugikan konsumen
5.
Membohongi
bank dan lembaga pembiayaan lain
Hal-hal
di atas merupakan contoh kegiatan yang cenderung melanggar etika bisnis . namun
demikian, pada saat ini tidak boleh pesimis dengan kemampuan etika dan moral
sebagian pengusaha kita yang berambisi untuk bisnis yang halal dan berkah.
Mereka sebagai pengusaha yang patriotik mengajak dan memperingatkan para
pengusaha lainnya untuk selalu berlaku etis dan moralis. Asosiasi pengusaha
seperti KADIN dapat menjadi pendorong ke arah pelaksanaan etika dan moral
usahawan yang lebih baik untuk itu perlu adanya reorientasi baru di mana para
pimpinan harus memahami etika dan moral bisnis yang memadai.
Perkembangan Terakhir dalam Etika bisnis dan profesi
Dalam pandangan saya,
pengertian etik tersebut sudah melewati empat tahap atau fase perkembangan
generasi pengertian, yaitu
1.
Fase pengertian teologis
(etika teologis)
Pada
perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari
sistem ajaran agama. Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya
sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk
sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya. Karena itu, ajaran etika
menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama
atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran
etika itu. Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran
moral dan etika keagamaan masing-masing.
2.
Fase pengertian ontologis (etika ontologis)
Dalam
perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para
filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat
berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia
ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat
dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah
yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis.Etika yang
semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi
‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
3. Fase pengertian positivis (etika
positivist)
Dalam
perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang
mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan
secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit
dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu
bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang
pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada
abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam
perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode
etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik.
Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan
ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan
Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode
Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik
kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika
PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan
publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat
proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba
saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada
itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
4. Fase pengertian fungsional
(etika fungsional).
a.
Etika Fungsional Tertutup Tahap perkembangan
generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap
fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus
difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan
bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan
kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat
diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai
muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di
lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB
merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics
infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan
lembaga penegak kode etika.
b.
Etika Fungsional Terbuka Namun demikian, menurut
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur
kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat
dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan
etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem
peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai
masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu,
semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup
dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap
organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan
proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai
suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.
Perkembangan etika bisnis
menurut Bertens (2000):
1) Situasi Dahulu Pada awal
sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2) Masa Peralihan: tahun
1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat
(AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap
establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan
khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum
dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah
corporate social responsibility.
3) Etika Bisnis Lahir di AS:
tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah
etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat
atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4) Etika Bisnis Meluas ke
Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai
berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara
akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business
Ethics Network (EBEN).
5) Etika Bisnis menjadi
Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika
bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International
Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di
Tokyo.
Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang
menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat
yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan
menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi
terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional
bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia.
Akuntan publik adalah
akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai
jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu
auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor
independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan
keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang
tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur
perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan
publik.
Opini :
Pada perkembangan terakhir dalam etika
bisnis dan operasi adalah etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis
dengan identitas sendiri, pertama kali hal ini muncul di Amerika Serikat pada tahun
1970-an. Pemahaman dari perkembangan etika bisnis De George dibedakan dari lima
periode, yaitu situasi dahulu pada masa ini masalah moral di sekitar ekonomi
dan bisnis disorot dari sudut pandang teologi, masa peralihan pada tahun
1960-an pada saat ini terjadi perkembangan baru yang dapat disebut sebagai
persiapan langsung bagi munculnya etika bisnis, etika bisnis lahir di Amerika
Serikat pada tahun 1970-an mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan
manajemen dalam meneruskan tendensi etika terapan, etika bisnis meluas ke Eropa
pada tahun 1980-an yang ditandai dengan semakin banyak perguruan tinggi di Eropa
Barat yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis, dan etika bisnis menjadi fenomena
global pada tahun 1990-an. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Etika Bisnis telah
lahir di kawasan-kawasan dunia seperti ASIA, Eropa, Amerika, dan negara
lainnya.
Sumber
:
http://dion.staff.gunadarma.ac.id
http://ihdaafdila.blogspot.co.id/2014/01/perkembangan-terakhir-dalam-etika.html